Selasa, 30 Maret 2010

Tabel dalam ekonomi

Berikut tabel Permintaan terhadap baju




Keadaan

Harga(dalam Rupiah)

Jumlah yang dibeli (unit)

A

Rp.150.000

100(unit)

B

Rp.125.000

150(unit)

C

Rp.100.000

200(unit)

D

Rp.75.000

250(unit)

E

Rp.50.000

300(unit)




Dalam tabel diatas ditunjukan bagaimana sifat perkaitan antara harga dan permintan baju. Dalam hukum permintaan dikatakan bahawa apabila harga berubah maka permintaan terhadap suatu barang akan berubah pula. Harga naik permintaan turun, harga turun permintaan naik. Dalam tabel tersebut digambarkan dengan jelas hubungan antara harga dan jumlah barang yang dibeli.

Pada keadaan A, jumlaaah harga yang berlaku dipasar saat itu sebesar Rp.150.000,- , maka permintaan terhadap barang 100 unit. Pada keadaan B harga turun menjadi Rp.125.000,- maka permintaan terhadap barang meningkat menjadi 150 unit. Penurunan harga selanjutnya akan menyebabkan jumlah barang menjadi bertambah besar seperti ditunjukan pada tabel pada keadaan C,D,E.

Keadaan tersebut dapat terjadi disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor pertama adalah pendapatan, jika pendapatan seseorang bertambah , permintaan untuk konsumsinya akan bertambah pula. Faktor kedua adalah selera, berapapun harganya seseorang pasti akan membeli barang tersebut. Masih banyak faktor-faktor lain yang mempengaruhi permintaan.

Selasa, 02 Maret 2010

PENGEMPLANG PAJAK

Membayar pajak bagi seseorang adalah suatu kewajiban yang harus dilaksanakan sebagai warga negara yang baik. Tapi masih ada orang atau lembaga yang tidak mau memayar pajak, biasa disebut PENGEMPLANG PAJAK. seperti yang baru-baru ini terjadi, dugaan kasus pengemplang pajak yang dilakkan oleh Grup bakrie yang mencapai Rp 2,1 triliun.

Pengusutan dugaan manipulasi pajak Grup Bakrie dalam kurun 2007 senilai Rp 2,1 triliun hingga saat ini masih terus berlangsung. Seperti kita diketahui, data Ditjen Pajak menunjukkan tiga perusahaan milik Aburizal Bakrie, yakni Bumi Resources, Kaltim Prima Coal (KPC), dan Arutmin diduga menggelapkan pajak. Jika benar terbukti, maka ini adalah manipulasi pajak yang terbesar yang pernah terjadi di Indonesia.
Para pengemplang pajak ini diibaratkan seeekor ayam yang tidak bertelur. Padahal, pihak Dirjen pajak hanya menginginkan pasokan pajak dari perusahaan, yang dia ibaratkan sebagai telurnya. Tetapi, kalau sudah waktunya bertelur, tapi tidak bertelur, malah koteknya makin keras. Padahal, sudah diberikan makanan dan vitamin yang bagus, ya terpaksa kita potong.

Sehingga kata “dapat” sebelum frasa “merugikan keuangan atau perekonomian negara” menunjukkan bahwa tindak pidana korupsi merupakan delik formal. Maksudnya, suatu tindak pidana korupsi cukup dibuktikan dengan dipenuhinya unsur-unsur perbuatan yang sudah dirumuskan. Tidak perlu dipertimbangkan ada atau tidaknya akibat yang ditimbulkan.

Apakah pidana korupsi dapat diterapkan terhadap kasus pidana pajak?
Bisa, semestinya. Setelah kasus ini terbongkar, publik pun geregetan ingin aparat penegak hukum serius menuntaskan kasus tersebut. Kejaksaan Agung dan Dirjen Pajak harusnya bisa segera melakukan gelar perkara, untuk menyamakan persepsi demi kepastian hukum kasus tersebut. Setelah gelar perkara, selanjutnya Kejaksaan Agung bisa menerapkan pasal korupsi terhadap dugaan pidana pajak ini. Sayangnya, publik lagi-lagi dihadapkan pada aparat hukum yang melempem seperti kue apem.

Apakah pidana pajak memenuhi unsur-unsur pidana korupsi?
Harus dilihat begini. Pertama, mengenai perbuatan melawan hukumnya dulu. Manipulasi pajak merupakan perbuatan melawan hukum. Kedua, manipulasi pajak ini jelas merupakan upaya memperkaya diri sendiri dan orang lain atau suatu korporasi. Jelas ada pihak yang diuntungkan secara ekonomis.